Merinding, Ini 5 Eksperimen Medis Paling Sadis yang Pernah Dilakukan Ilmuwan

10 hours ago 3

Jakarta -

Sepanjang sejarah, sejumlah eksperimen medis yang jahat dilakukan atas nama kebutuhan ilmu pengetahuan atau sains. Tetapi, sains juga sering menyelamatkan nyawa, meski harus melakukan kejahatan yang mengerikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Beberapa di antaranya adalah adanya kesalahan etika, kelalaian penilaian yang dilakukan orang-orang yang yakin bahwa mereka melakukan hal yang benar. Di sisi lain, itu adalah murni sebuah kejahatan yang sadis.

Dikutip dari Live Science, berikut sederet eksperimen medis sadis yang pernah terjadi di dunia:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Eksperimen Medis Nazi

Mungkin eksperimen jahat paling terkenal sepanjang masa adalah yang dilakukan oleh Josef Mengele, seorang dokter SS di Auschwitz selama Holocaust. Mengele menyisir kereta yang datang menjadi anak kembar untuk dijadikan bahan eksperimen.

Hal ini dilakukannya demi membuktikan teorinya tentang supremasi ras Arya. Banyak juga yang tewas dalam prosesnya. Ia juga mengumpulkan mata 'pasien-pasiennya' yang telah meninggal.

Nazi menggunakan tahanan untuk menguji pengobatan penyakit menular dan perang kimia. Tahanan lainnya dipaksa masuk ke dalam suhu beku dan ruang bertekanan rendah untuk eksperimen penerbangan.

Tahanan yang tak terhitung jumlahnya itu menjadi sasaran prosedur sterilisasi eksperimental. Seorang wanita, Ruth Elias, payudaranya diikat dengan tali sehingga dokter SS dapat melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan bayinya untuk merasa kelaparan. Dalam sejarah lisan di Museum Holocaust, ia akhirnya menyuntikkan anak itu dengan dosis morfin yang mematikan agar tidak menderita lebih lama.

2. Unit 731 Jepang

Sepanjang tahun 1930-an dan 1940-an, Tentara Kekaisaran Jepang melakukan perang biologis dan pengujian medis terhadap warga sipil, sebagian besar di China. Dipimpin oleh Jenderal Shiro Ishii, dokter utama di UNIT 731, jumlah korban tewas dari eksperimen brutal ini diperkirakan mencapai 200.000 orang yang mungkin telah meninggal.

Banyak penyakit dipelajari untuk menentukan potensi penggunaannya dalam peperangan. Di antaranya adalah wabah, antraks, disentri, tifus, paratifus, dan kolera.

Menurut makalah dari Dr Robert K D Peterson untuk Montana University, banyak kekejaman dilakukan termasuk menginfeksi sumur dengan kolera dan tifus hingga menyebarkan kutu yang membawa wabah di seluruh kota China.

Menurut Peterson, kutu dijatuhkan dalam bom tanah liat pada ketinggian 200-300 meter dan tidak menunjukkan jejak apapun. Para tahanan diarak dalam cuaca dingin dan kemudian diuji cobakan untuk menentukan pengobatan terbaik untuk radang dingin.

Mantan anggota unit tersebut memberikan kesaksian bahwa para tahanan diberi gas beracun, dimasukkan ke dalam ruang bertekanan hingga mata mereka keluar, dan bahkan dibedah saat masih hidup dan sadar.

3. Eksperimen Bedah pada Budak

Tokoh ginekologi modern, J Marion Sims, memperoleh banyak ketenaran dengan melakukan operasi eksperimental pada budak wanita. Sims menjadi tokoh kontroversial karena kondisi yang ia tangani pada wanita, fistula vesikovagina, yang menyebabkan penderitaan yang mengerikan.

Wanita dengan fistula atau robekan antara vagina dan kandung kemih itu mengalami inkontinensia dan sering ditolak oleh masyarakat.

Sims juga melakukan operasi tanpa anestesi, sebagian karena anestesi baru saja ditemukan. Selain itu, ia juga percaya bahwa operasi itu tidak terlalu menyakitkan.

4. Studi Sifilis Guatemala

Banyak orang yang keliru percaya bahwa pemerintah sengaja menginfeksi peserta Tuskegee dengan sifilis, padahal kenyataannya tidak demikian. Tetapi, penelitian profesor Susan Reverby baru-baru ini mengungkap masa saat para peneliti layanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat (AS) melakukan hal itu.

Pada tahun 1946 dan 1948, Reverby menemukan pemerintah AS dan Guatemala bersama-sama mensponsori sebuah penelitian yang melibatkan infeksi yang disengaja pada 1.500 pria, wanita, dan anak-anak Guatemala dengan sifilis.

Penelitian tersebut dimaksudkan untuk menguji bahan kimia guna mencegah penyebaran penyakit tersebut.

"Eksperimen tersebut tidak dilakukan dalam lingkungan klinis yang steril, di mana bakteri penyebab PMS diberikan dalam bentuk vaksinasi tusuk jarum atau pil yang diminum secara oral," terang Michael A. Rodriguez dalam sebuah makalah tahun 2013.

"Para peneliti secara sistematis dan berulang kali melanggar hak individu yang sangat rentan. Beberapa di antaranya dalam kondisi paling menyedihkan, putus asa, dan sangat memperburuk penderitaan mereka," sambungnya.

Menurut Reverby, mereka yang terkena sifilis diberikan penisilin sebagai pengobatan. Tetapi, catatan yang ia temukan menunjukkan tidak ada tindak lanjut atau persetujuan yang diinformasikan oleh para peserta.

5. Studi Tuskegee

Kesalahan paling terkenal dalam etika medis di AS berlangsung selama 40 tahun. Pada tahun 1932, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), layanan kesehatan masyarakat AS meluncurkan sebuah studi tentang dampak kesehatan dari sifilis yang tidak diobati pada pria kulit hitam.

Para peneliti melacak perkembangan penyakit pada 399 pria kulit hitam di Alabama dan juga mempelajari 201 pria sehat, serta memberitahu mereka bahwa mereka sedang dirawat karena kondisi 'darah buruk'.

Faktanya, para pria tersebut tidak pernah mendapatkan perawatan yang memadai, bahkan pada tahun 1947 saat penisilin telah menjadi obat pilihan untuk mengobati sifilis. Baru dalam sebuah artikel surat kabar tahun 1972 yang mengungkap studi tersebut ke publik.


(sao/kna)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |