Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara melanjutkan tren penguatannya pada penutupan perdagangan kemarin. Kenaikan ditopang kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menarik diri dari pendanaan terhadap beberapa negara perihal energi dari batu bara.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 6 Maret 2025 tercatat sebesar US$105,9/ton atau naik 0,71% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 5 Maret 2025 yang sebesar US$105,15/ton.
Dilansir dari ABC News, Amerika Serikat telah menarik diri dari perjanjian iklim di mana negara-negara kaya telah berjanji memberikan miliaran dolar untuk membantu sekelompok kecil negara berkembang beralih dari batu bara ke sumber energi hijau. Langkah ini dapat menjadi preseden bagi kesepakatan masa depan dalam mengurangi emisi karbon, menurut pernyataan salah satu negara peserta pada Kamis.
Afrika Selatan mengonfirmasi bahwa AS telah memberikan pemberitahuan resmi mengenai penarikannya dari International Partners Group (IPG), sebuah kelompok negara kaya yang telah menjanjikan dana untuk transisi energi di Afrika Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Senegal. Kelompok ini mencakup Uni Eropa, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Kanada, Jepang, Norwegia, dan Denmark.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan, Chrispin Phiri, mengatakan bahwa AS secara langsung menarik diri dari perjanjian dengan Afrika Selatan, Indonesia, dan Vietnam. Namun, AS memang tidak pernah menjanjikan dana bagi transisi energi Senegal, meskipun anggota IPG lainnya tetap berkomitmen memberikan dukungan.
Keputusan ini merupakan langkah terbaru Presiden Donald Trump dalam menarik AS dari kesepakatan iklim global. Sebelumnya, ia telah menandatangani perintah eksekutif pada Januari untuk keluar dari Perjanjian Paris, yang bertujuan membatasi pemanasan global di bawah 2°C, dengan target ideal 1,5°C di atas tingkat pra-industri.
Sebagai akibat dari keputusan ini, Afrika Selatan diperkirakan akan kehilangan lebih dari $1 miliar dalam investasi masa depan dari AS yang sebelumnya dialokasikan untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan beralih ke energi terbarukan. Phiri menyatakan bahwa proyek hibah yang telah direncanakan atau sedang dalam tahap implementasi kini dibatalkan.
Di Indonesia, pendanaan untuk program transisi energi yang sebelumnya diberikan melalui Badan Bantuan AS (USAID) dan Departemen Energi AS juga dihentikan, menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada iklim.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)