Heboh RI Disebut Jadi 'Kelinci Percobaan' Vaksin TBC Baru, Pakar Bilang Gini

1 day ago 6

Jakarta -

Belakangan ramai soal Indonesia menjadi lokasi uji fase klinis tiga vaksin tuberkulosis (TBC) besutan pendiri Microsoft, Bill Gates. Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan mengapa Indonesia yang dipilih menjadi lokasi uji klinis tersebut.

Bahkan ada narasi yang menyebutkan Indonesia menjadi kelinci percobaan medis.

"Indonesia adalah satu-satunya negara Asia yang mau dijadikan kelinci percobaan," ucap salah satu pengguna X.

"Nasib jadi warga Indonesia, jadi kelinci percobaan vaksin TBC, data biometrik dibeli dengan harga murah dll. The real bonus demografi sebagai aset untuk dijadikan budak dan kelinci percobaan. Good job," sahut pengguna X lainnya.

Pakar epidemiologi Dicky Budiman menanggapi kabar yang beredar tersebut. Ia mengatakan pengembangan vaksin TBC ini justru merupakan langkah penting.

Hal ini dikarenakan TBC sampai saat ini masih menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Setiap tahun, sekitar 10 juta orang terdiagnosis TBC, dan sekitar 1,5 juta di antaranya meninggal dunia.

Saat ini, salah satu upaya utama untuk mencegah TBC selama ini adalah menggunakan vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG). Menurut Dicky, vaksin BCG yang digunakan saat ini sudah berusia lebih dari satu abad. Efektivitasnya pun sangat bervariasi, terutama untuk orang dewasa. Sementara pada anak-anak, vaksin ini memang terbukti efektif mencegah kasus berat seperti meningitis TBC.

"Nah yayasan Bill dan Melinda Gates ini mendanai penelitian vaksin TBC terbaru karena kebutuhan medisnya sangat mendesak," ucapnya kepada detikcom, Kamis (8/7/2025).

"Karena tadi TBC jadi ancaman kesehatan global utama. Dan bahkan WHO memperkirakan setidaknya kurang lebih 10 juta orang TBC pasien TBC setiap tahun. Kalau kematiannya tadi 1,5 juta setiap tahun. Besarkan berarti hampir 15 persen," sambungnya.

Di sisi lain, Dicky tidak menutup mata terhadap kekhawatiran publik. Nama Bill Gates kerap dikaitkan dengan teori konspirasi, mulai dari kontrol populasi hingga 'agenda' tersembunyi.

Banyak masyarakat merasa tidak mendapatkan penjelasan yang cukup, sehingga muncul rasa curiga dan ketidakpercayaan.

"Sehingga merasa bahwa uji klinis ini oleh sebagian masyarakat dilakukan tanpa persetujuan atau kejelasannya," ucap Dicky.

Padahal, jika dikelola dengan benar, pelibatan Indonesia dalam uji klinis vaksin bisa membawa manfaat besar. Misalnya, seperti mendapatkan akses ke vaksin yang lebih efektif jika uji coba berhasil, peningkatan kapasitas riset dan infrastruktur kesehatan, hingga dukungan dana hibah untuk negeri di tengah keterbatasan anggaran,

Tak hanya itu, dampaknya juga akan signifikan dalam menekan beban ekonomi akibat TBC serta meningkatkan produktivitas masyarakat.

"Ingat TBC ini bisa membuat orang jadi tidak produktif," kata Dicky.

Meski begitu, Dicky menegaskan uji coba vaksin bukan berarti tanpa risiko. Etika dan keamanan menjadi faktor utama yang harus dijaga.

Begitu juga risiko kegagalan, efek samping, hingga kemungkinan peserta uji klinis mendapatkan stigma atau diskriminasi, semuanya harus diantisipasi sejak awal.

Tanpa strategi komunikasi yang baik, uji coba ini bisa menjadi bumerang, memicu hoaks, menimbulkan ketakutan sosial, dan memperburuk kepercayaan terhadap vaksin secara umum.

"Jadi sekali lagi saya sebagai ahli di bidang ini melihat pentingnya komunikasi risiko yang transparan yang diterapkan secara benar prinsip-prinsipnya dan melibatkan komunitas untuk memastikan keberhasilan uji coba," sambungnya lagi.

Senada, Guru Besar Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Erlina Burhan yang terlibat dalam penelitian vaksin TBC, juga mengatakan vaksin TBC ini telah melalui tahapan yang ketat dalam uji klinis, mulai dari fase satu hingga fase tiga.

Seluruh proses ini dilakukan dengan 'rambu-rambu' ilmiah yang sangat ketat dan transparan, serta di bawah pengawasan global. Oleh karena itu, lanjut dr Erlina, anggapan partisipan menjadi 'kelinci percobaan' adalah keliru.

"Dan ini kan proses ilmiah ya, betul-betul dengan rambu-rambu yang sangat-sangat saintifik, ya nggak mau lah kita sembarangan. Ini kan dipantau dunia ya, dan saya sih sebagai peneliti dan juga sebagai dosen, sangat-sangat bersyukur bahwa Indonesia dipercaya oleh global, bahwa periset-periset kita itu udah tingkat global gitu," ucapnya dalam kesempatan berbeda.


(suc/kna)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |