Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Konektivitas finansial saat ini mulai beralih menjadi kebutuhan yang mendesak. Akses terhadap keuangan yang cepat dan bisa menembus batasan-batasan spasial semakin dibutuhkan untuk transaksi jarak jauh, termasuk transaksi mancanegara.
Mengatasi kebutuhan ini, Indonesia memiliki QRIS yang saat ini sudah banyak digunakan di dalam negeri dan mulai terhubung ke beberapa negara lain. Sistem serupa juga dimiliki negara lain, misalnya DuitNow di Malaysia atau PromptPay di Thailand.
Saat konsumen dapat membayar kopi di Jakarta hanya dengan memindai kode QR, transfer uang ke negara tetangga masih memerlukan waktu satu hingga tiga hari dan biayanya bisa mencapai puluhan ribu rupiah per transaksi. Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi dan terintegrasi, kesenjangan ini menjadi ironi.
Jawaban terhadap masalah tersebut mulai dirintis melalui Project Nexus, sebuah inisiatif dari Bank for International Settlements (BIS) untuk membangun konektivitas antarnegara melalui integrasi sistem pembayaran real-time. Jika berhasil, Project Nexus bukan sekadar proyek teknologi, melainkan tonggak menuju sistem keuangan regional (dan bisa saja nantinya global) yang lebih inklusif dan berdaulat.
Project Nexus terbilang sangat inovatif dan berpotensi meningkatkan konektivitas keuangan regional. Topik pengembangan Project Nexus juga sempat dibahas dalam ASEAN+3 Finance Think-tank Network (AFTN) Seminar pada 14-15 Mei 2025, yang dihadiri oleh berbagai institusi riset di Asia seperti Asian Development Bank Institute (ADBI), ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), dan beberapa perwakilan dari think-tank di negara anggota.
Artinya, proyek ini memang mendapatkan perhatian khusus dari institusi riset dan pembuat kebijakan yang beririsan langsung.
Konektivitas Lintas Negara Menjadi Lebih Sederhana
Project Nexus dirancang untuk menjadi penghubung multilateral antarsistem pembayaran domestik. Konsepnya sederhana namun revolusioner: daripada membangun koneksi bilateral satu per satu antara negara, yang secara teknis dan institusional sangat kompleks, Project Nexus menciptakan satu platform pusat yang bisa diakses semua peserta. Setiap negara hanya perlu "terhubung sekali", dan secara otomatis dapat terintegrasi dengan seluruh anggota lain.
Inisiatif ini pertama kali diumumkan oleh BIS Innovation Hub (BISIH) pada 2021. Sejak diumumkan secara resmi pada 2021 dan diuji coba pada 2022-2023, Nexus kini memasuki tahap implementasi awal.
Lima negara telah menyatakan komitmennya untuk bergabung dalam peluncuran perdana pada 2026: Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan India. Berdasarkan laman resmi Bank Indonesia, saat ini Bank Indonesia akan berperan sebagai pengamat (observer) dan akan bergabung dalam Project Nexus di masa mendatang.
Dalam pengembangan tahap awal Project Nexus, semua negara tersebut telah memiliki sistem pembayaran instan yang sudah matang. Di Indonesia, QRIS dan BI-FAST menjadi tulang punggung pembayaran ritel domestik.
Thailand mengandalkan PromptPay, Malaysia dengan DuitNow, dan Singapura dengan PayNow. Bahkan sebelum Project Nexus hadir, beberapa dari sistem ini sudah mulai membangun koneksi bilateral. QRIS, misalnya, sudah dapat digunakan untuk transaksi di Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Namun kerja sama bilateral memiliki keterbatasan. Setiap koneksi antarnegara memerlukan pengaturan teknis, kebijakan nilai tukar, hingga kesepakatan perlindungan data yang berbeda-beda.
Jika 10 negara ASEAN harus membangun koneksi bilateral satu per satu, totalnya akan ada 45 koneksi terpisah. Nexus menyederhanakan hal ini secara drastis. Dengan pendekatan multilateral, Nexus berfungsi seperti "bahasa bersama" antarsistem pembayaran nasional.
Pengguna di Indonesia dapat membayar langsung ke merchant di Manila hanya dengan memindai QR yang sama seperti di dalam negeri. Nomor ponsel atau email yang terdaftar di sistem pembayaran lokal bisa langsung dikenali lintas negara, tanpa harus membuka rekening di luar negeri atau mengunduh aplikasi baru.
QRIS dan Project Nexus: Kolaborasi, Bukan Kompetisi
Kehadiran Nexus memunculkan pertanyaan: apakah sistem ini akan menggantikan sistem domestik seperti QRIS? Jawabannya jelas: tidak. Justru QRIS akan menjadi bagian penting dari Nexus. Sistem pembayaran nasional tetap menjadi antarmuka yang digunakan konsumen dan merchant, sementara Project Nexus bekerja di belakang layar sebagai penghubung antar sistem.
Dengan kata lain, Nexus tidak bersaing dengan QRIS, melainkan memperluas jangkauannya. QRIS tetap akan digunakan untuk bertransaksi oleh konsumen Indonesia, tetapi ketika terhubung ke Nexus, QRIS bisa digunakan di luar negeri dengan pengalaman yang sama seperti di dalam negeri. Hal ini juga berlaku bagi sistem lain seperti DuitNow atau PayNow.
Selain lebih efisien secara biaya dan waktu, pendekatan ini juga lebih inklusif. Tidak semua pengguna memiliki akses ke layanan perbankan internasional atau dompet digital global seperti PayPal. Namun dengan Nexus, pengguna cukup memiliki akun di sistem domestik dan bisa langsung bertransaksi lintas negara.
Model infrastruktur ini juga membedakan Project Nexus dari sistem internasional yang sudah ada seperti Visa, Mastercard, atau Western Union. Layanan tersebut biasanya berbasis pada jaringan kartu atau rekening global, dengan biaya layanan yang cukup tinggi dan proses verifikasi yang rumit. Sementara itu, Nexus bekerja dengan identitas pembayaran lokal, dan dipayungi oleh lembaga keuangan resmi di setiap negara.
Dari sisi regulasi dan tata kelola, hal ini menjadi keunggulan tambahan. Nexus memungkinkan negara mempertahankan kedaulatan sistem pembayaran sambil tetap terbuka secara regional. Nilai tukar ditentukan secara transparan, data dilindungi oleh hukum nasional masing-masing, dan risiko sistemik dapat dikelola bersama antarbank sentral.
Manfaat dan Tantangan ke Depan
Bagi masyarakat, dampak Project Nexus akan sangat terasa. Wisatawan Indonesia yang bepergian ke Bangkok atau Kuala Lumpur tidak perlu lagi menukar mata uang atau membawa banyak uang tunai, cukup menggunakan aplikasi lokal yang sudah mereka pakai karena sudah terhubung lewat Project Nexus.
Pekerja migran dapat mengirim uang ke keluarganya tanpa perlu membayar biaya pengiriman tinggi atau menunggu berhari-hari. UMKM yang menjual produk ke luar negeri bisa menerima pembayaran langsung ke rekening domestik.
Di sisi makro, integrasi ini juga mendukung arus modal yang lebih efisien, memperkuat kerja sama ekonomi antarnegara, dan mempercepat inklusi keuangan lintas batas. Dalam konteks ASEAN yang menargetkan integrasi ekonomi kawasan, Nexus dapat menjadi infrastruktur penting dalam mewujudkan visi tersebut.
Namun, tantangan yang dihadapi tidak kecil. Harmonisasi aturan perlindungan data, pengawasan anti pencucian uang lintas yurisdiksi, serta pengelolaan risiko siber menjadi isu utama yang harus diatasi bersama. Selain itu, kesiapan teknologi dan sumber daya manusia di masing-masing negara juga menentukan sejauh mana manfaat Project Nexus dapat dirasakan secara merata.
Bagi Indonesia, partisipasi dalam Nexus mencerminkan langkah strategis dalam kebijakan ekonomi digital. Dengan populasi terbesar di ASEAN dan ekosistem pembayaran yang terus berkembang, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam integrasi keuangan kawasan. Namun hal ini juga menuntut konsistensi kebijakan, peningkatan infrastruktur digital, serta komitmen kuat terhadap tata kelola data dan keamanan siber.
(miq/miq)