RI Butuh Investasi Listrik Rp 1.566 T dari Swasta, Ini Kata Pengusaha

1 day ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2034 pada Senin, 26 Mei 2025.

Dalam RUPTL terbaru tersebut, pemerintah menargetkan mayoritas tambahan pembangkit listrik baru berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT), yakni total mencapai 76% dari jumlah tambahan kapasitas pembangkit listrik baru yang akan dibangun sampai 2034 hingga sebesar 69,5 Giga Watt (GW).

Adapun investasi yang dibutuhkan untuk menambah pasokan listrik hingga 2034 itu mencapai Rp 2.967,4 triliun, di mana untuk proyek pembangkit saja diperkirakan membutuhkan Rp 2.133,7 triliun.

Dari kebutuhan investasi untuk penambahan pembangkit listrik itu, sekitar 73% atau Rp 1.566,1 triliun dialokasikan untuk proyek partisipasi swasta atau Independent Power Producers (IPP). Selebihnya sekitar Rp 567,6 triliun investasi dari PT PLN (Persero).

Adapun investasi IPP untuk proyek pembangkit listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) diperkirakan mencapai Rp 1.341,8 triliun.

Besarnya kebutuhan investasi pembangkit listrik dari swasta tersebut membuat pengusaha meminta dukungan dari pemerintah, karena terkait kebutuhan pembiayaan yang besar dari lembaga pendanaan.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan, investasi pada awal pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT di Indonesia terhitung besar. Oleh karena itu, menurutnya pengembang swasta juga perlu dukungan dari lembaga keuangan.

"Kembali lagi, investasi EBT ini membutuhkan investasi yang besar di awal. Jadi, supaya bisa terjadi, itu membutuhkan dukungan lembaga pendanaan yang sangat besar di sini," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (28/5/2025).

Ketika membutuhkan dukungan pembiayaan dari lembaga pinjaman, maka pengembang pun harus melakukan mitigasi risiko atas proyek tersebut.

"Karena kita melihat dari sisi kacamata lembaga perbankan bagaimana proyek ini bisa memitigasi risiko-risiko yang terjadi," tambahnya.

Selain mitigasi risiko, konsistensi kebijakan pemerintah juga menjadi salah satu faktor untuk bisa mendapatkan pendanaan.

"Perangkat regulasi ini kalau bisa jangan berubah-berubah. Jadi, itu sangat akan menciptakan iklim usaha yang lebih stabil dan juga memberikan kepastian kepada investor. Dan itu tentunya akan terefleksi dalam resiko tadi, itu satu," ucapnya.

Tak hanya itu, Arthur pun menyebut bahwa perusahaan listrik swasta juga akan memberikan jaminan aset untuk bisa mengajukan pendanaan pada bank. Mengingat, porsi perusahaan swasta dalam membangun pembangkit listrik EBT di Indonesia sangat besar.

Bahkan menurut perhitungannya, porsi pembangkit EBT perusahaan swasta di RUPTL mencapai 2/3 dari total pembangkit EBT yang akan dibangun di Indonesia.

Dengan begitu, dia mengatakan pihaknya membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk memberikan insentif untuk bisa menurunkan biaya yang dikeluarkan untuk membangun pembangkit EBT di Tanah Air.

"Tapi juga perlunya ada bantuan jaminan, ada semacam blanket guarantee dari government bahwa bilang ini memang proyek strategis nasional. Jadi, mereka akan membantu menurunkan cost of capital itu," tandasnya.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ambisi Tambah Pembangkit 69,5GW Hingga 2034, Bos IPP Buka Suara

Next Article Siap-Siap RI Punya Rencana Listrik Baru Bulan Depan!

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |