Kejagung Belum Jerat Tersangka Korupsi Minyak Pakai Pasal TPPU

5 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan belum diterapkannya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di kasus korupsi minyak mentah Pertamina.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut saat ini penyidik masih fokus mengusut tindak pidana korupsi awal yang merugikan keuangan negara hingga Rp193,7 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti kita lihat (penerapan pasal TPPU) karena penyidik sekarang sedang fokus terhadap pasal persangkaan yang sudah ditetapkan, ditentukan," ujarnya kepada wartawan, dikutip Senin (10/3).

Kendati demikian, Harli menegaskan penyidik nantinya akan menjerat tersangka dengan pasal TPPU andai mereka terbukti menerima keuntungan dalam kasus rasuah tersebut.

"Misalnya ada fakta nanti yang menjelaskan para tersangka ini menikmati, semua kemungkinan itu terbuka," tuturnya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Kejagung menyebut para tersangka bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.

Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.

PT Pertamina (Persero) sebelumnya menyatakan akan mengikuti dan menghormati proses hukum yang berjalan di Kejagung. Selain itu perusahaan minyak negara itu mengungkap perbedaan BBM oplosan dengan blending di tengah kabar viral Pertamax yang dijual merupakan bensin oplosan.

Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah Pertamax merupakan BBM oplosan. Ia menegaskan Pertamax tetap sesuai standar, yaitu RON 92 dan memenuhi semua parameter kualitas bahan bakar yang telah ditetapkan Ditjen Migas.

Fadjar menyebut Kementerian ESDM juga terus melakukan pengawasan mutu BBM dengan cara melakukan uji sampel BBM dari berbagai SPBU secara periodik.

"Terkait isu yang beredar bahwa BBM Pertamax merupakan oplosan, itu tidak benar," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (26/2).

Dia menerangkan  perbedaan signifikan antara oplosan dengan blending BBM. Oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.

"Blending dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya," imbuhnya.

Fadjar lantas mencontohkan BBM bersubsidi jenis Pertalite  yang merupakan campuran komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah sehingga dicapai bahan bakar RON 90. Atas dasar itu, pihaknya mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir terkait mutu BBM Pertamina.

(tfq/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |