CNN Indonesia
Jumat, 07 Mar 2025 20:40 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Ketua Komisi XII DPR dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryadi memastikan tak ada panitia khusus (Pansus) untuk mendalami lebih jauh dugaan kasus korupsi di Pertamina.
Bambang mengatakan pihaknya sepenuhnya memercayakan proses penyidikan kasus itu kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut Bambang, Komisi XII menegaskan pihaknya tak ingin masuk lebih jauh kepada ranah hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada wacana pansus, kami percaya profesionalisme Kejaksaan Agung. Kami tidak masuk di ranah hukum, hukum silakan ditegakkan setegak-tegaknya," ujar Bambang dalam keterangannya, Jumat (7/3).
Bambang mendukung penuh penegakan hukum oleh Kejagung dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah. Dia menegaskan kasus tersebut tidak akan ditarik ke ranah politik.
Bambang meminta Pertamina memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Menurutnya, oknum nakal harus ditangkap, meski di sisi lain tetap Pertamina harus diselamatkan.
"Jangan karena perbuatan oknum-oknum, Pertamina yang aset bangsa ini malah jadi rusak. Tangkap oknumnya, tapi kita selamatkan dan perbaiki Pertamina agar bisa melayani masyarakat lebih baik lagi," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XII dari Fraksi NasDem, Sugeng Suparwoto sebelumnya membuka peluang untuk membentuk pansus karena kasus korupsi Pertamina menyangkut hajat hidup masyarakat dan perlu dikawal secara serius.
Di sisi lain, Sugeng mengakui banyak mendapatkan dorongan dari komisi lain, soal pentingnya membentuk pansus terkait kasus korupsi di Pertamina.
"Segera nih kita akan membahas itu rapat informal pimpinan. Karena memang itu menyangkut hajat hidup orang banyak dengan katakanlah tingkat korupsinya yang sungguh luar biasa," kata Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/3).
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
(fra/thr/fra)