Jakarta -
Penggunaan plastik polikarbonat untuk galon guna ulang menjadi sorotan karena risiko leaching atau luruhan Bisphenol-A (BPA). Ketika bercampur dengan air minum, partikel BPA tersebut dapat memicu dampak negatif bagi kesehatan.
BPA merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat. Senyawa kimia ini bertindak sebagai komponen utama yang membuat plastik polikarbonat menjadi kuat, tahan panas, dan mudah dibentuk, sehingga dapat dipakai ulang berkali-kali.
Pakar polimer Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid, SSi, MScEng menjelaskan, BPA merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk membuat polimer yang disebut plastik polikarbonat. Dalam penggunaan, polimer tersebut punya risiko mengalami kerusakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Polimer itu sendiri seperti untaian kalung. Dan satu mata rantai dari kalung tersebut adalah di antaranya adalah BPA," jelas Prof Chalid dalam diskusi detikcom Leaders Forum, di Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024).
"Pada saat dia digunakan, akan sangat mungkin talinya itu ada yang copot sehingga menimbulkan permasalahan. Dia akan bisa bercampur dengan produk atau air yang dikemas tadi, sehingga menimbulkan bahaya," lanjutnya.
Menurut Prof Chalid, risiko leaching dari galon polikarbonat meningkat selama proses distribusi, pencucian, dan penggunaan ulang. Ada banyak faktor yang mempercepat pelepasan BPA ke dalam air minum, termasuk paparan sinar matahari langsung akibat diangkut dengan truk terbuka hingga paparan sabun dan deterjen yang memiliki pH tinggi saat galon tersebut dicuci.
"Dicuci itu kan pakai sabun dan sabun itu tingkat keasamannya tinggi, tingkat pH-nya tinggi, mempermudah terjadinya leaching," jelasnya.
Para pakar berdiskusi dalam detikcom Leaders Forum, membahas kontroversi BPA. Foto: Rifkianto Nugroho/detikHealth
Berdasarkan pantauan prof Chalid, pemakaian galon guna ulang oleh masyarakat bisa berulang bahkan hingga 40 kali, yang berarti risiko leaching BPA semakin tinggi. Risiko leaching juga lebih tinggi lagi ketika galon tersebut mulai berubah warna menjadi kekuningan.
"Menguning itu artinya banyak terjadi oksidasi, kemungkinan besar terjadi leaching itu besar sekali," terangnya.
Ketua Apdamindo - Budi Darmawan
Dalam mengurangi risiko terjadinya leaching, pengendalian kualitas dalam siklus penggunaan galon guna ulang oleh produsen menjadi penting. Sayangnya, Prof Chalid menilai kontrol yang optimal sulit dilakukan selama distribusi maupun penyimpanan di retail atau juga pemakaian ulang oleh konsumen.
"Memang masalahnya itu tadi ya masalahnya. Dikontrolnya, dari produser sejauh mana kita kontrolnya?" kata Prof Chalid.
"Kemudian bagaimana memberikan prosedur kepada masyarakat tentang penggunaan ini, termasuk untuk retail dan juga para pengisi ulang. Nah pengisi ulang juga harus diperhatikan," lanjutnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo) Budi Darmawan mengatakan 34 persen atau sekitar 50 hingga 60 juta rumah tangga Indonesia menggunakan air galon isi ulang untuk kebutuhan minum sehari-hari.
Akan tetapi, dari total tersebut, tak sedikit juga masyarakat yang menggunakan galon guna ulang atau berbahan plastik polikarbonat (PC) dengan kondisi buruk. Usianya penggunaan galonnya diperkirakan ada yang sampai 10 hingga 15 tahun sehingga meningkatkan risiko leaching.
"Kondisinya bukan sudah kuning lagi, bahkan cokelat. Itu kita kan bisa lihat umur galonnya dari keterangan produksi kemasan di bagian bawah, terlihat di situ," jelas Budi di acara yang sama.
"Banyak yang bahkan memakai galon untuk air isi ulang, dengan kondisi galonnya sudah tua, kisaran lebih dari 10 tahun. Saya miris bila melihat kondisinya, terutama di daerah-daerah," lanjutnya.
(suc/up)