Jakarta -
Makan bergizi gratis menjadi salah satu program prioritas dan unggulan kabinet merah putih Prabowo-Gibran. Dinanti banyak orang, sasaran pemberian program tersebut bakal diprioritaskan untuk kelompok anak mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas (SMA).
Sebelum resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, program makan bergizi gratis Prabowo-Gibran bahkan sudah kerap diuji coba pada berbagai daerah dengan menu beragam. Meski disambut positif banyak pihak, program ini juga tak lepas dari kritik dan catatan para pakar.
Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) misalnya. Organisasi nonprofit di sektor kesehatan tersebut, memberikan sejumlah catatan di balik prioritas program makan bergizi gratis. Pertama, ketimpangan regulasi dengan berdirinya badan gizi nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CEO Cisdi Diah Satyani Saminarsih mengingatkan Kementerian Kesehatan RI sendiri sudah memiliki direktorat gizi yang selama ini memberikan regulasi, aturan, serta standar pelaksanaan kebijakan berkaitan dengan gizi. Ia mempertanyakan bagaimana pelaksanaan makan gratis kemudian berjalan bersamaan dengan tugas-tugas gizi secara nasional di lingkup kementerian.
"Yang harus dijelaskan lagi bagaimana pembagian tugas badan gizi nasional dengan direktorat kementerian gizi Kemenkes RI, karena ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan. Apakah badan gizi ini hanya semata untuk distribusi, mengemas, mendistribusi? Lalu secara aturan teknisnya tetap dikerjakan Kemenkes RI direktorat gizi?" tanya Diah dalam webinar daring Selasa (22/10/2024).
Tumpang tindih regulasi tentu bisa berdampak pada berjalannya program terkait. Hal ini malah akan memicu kebingungan di lingkup daerah, terkait teknis atau pelaksanaan pemberian makan bergizi gratis, termasuk menu makanan yang disiapkan.
Pertanyakan Standar Makanan
Sejauh ini, belum ada kejelasan standar makanan yang akan diberikan dalam program makanan bergizi gratis. Mengingat, Kemenkes RI juga memiliki slogan 'Isi Piringku' sebelumnya, terkait gizi yang sesuai dalam sepiring makanan.
Diah juga menilai penting untuk pemerintah memastikan makanan dan minuman yang diberikan tidak bertolak belakang dengan standar gizi batas aman garam, gula, lemak (GGL) per hari. Hal ini sejalan dengan desakan CISDI terkait pengaturan gula dan pengenaan cukai dalam minuman berpemanis dalam kemasan.
"Nanti apabila diberikan susu, apakah kadar gulanya sesuai dengan standar kesehatan atau tidak?"
"Penetapan standar teknisnya seperti apa, gizi makanannya akan kayak apa? Apakah akan tetap berpedoman pada Isi Piringku?"
Risiko Penularan Penyakit di Makanan
Hal yang sama juga diutarakan pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia. Pemberian makan gratis jangan sampai mengabaikan aspek penting risiko penyakit yang mungkin saja ditularkan melalui makanan. Demi menghindari kemungkinan tersebut, Dicky menilai perlu ada pelatihan khusus untuk penyedia makanan dan tenaga dapur dalam memperhatikan praktik sanitasi serta kebersihan pangan.
Hal ini juga perlu secara rutin diawasi atau inspeksi berkala. Bukan hanya dari segi risiko penyakit, porsi makanan pada kebutuhan anak perlu disesuaikan berdasarkan jenjang usia masing-masing.
"Porsi makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan energi dan nutrisi anak pada berbagai jenjang usia (TK, SD, SMP) dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi atau bahkan gizi berlebih pada beberapa anak. Porsi makanan harus disesuaikan dengan usia dan aktivitas anak. Ahli gizi dapat membantu menyusun takaran yang tepat untuk setiap kelompok umur," saran Dicky.
Pentingnya Edukasi Gizi untuk Anak dan Orangtua
Program makan bergizi gratis yang disebut-sebut bisa menjadi kunci kesuksesan penanganan kasus stunting, dinilai Dicky relatif percuma bila tidak dibarengi dengan edukasi masif.
"Jika anak dan orang tua tidak memahami pentingnya makanan bergizi, anak mungkin enggan makan makanan sehat yang disediakan atau orang tua tidak mendukung kebiasaan makan sehat di rumah. Program ini harus diiringi dengan edukasi gizi baik di sekolah maupun di rumah, melibatkan guru, orang tua, dan tenaga kesehatan. Misalnya, kampanye atau pelatihan gizi untuk orang tua dapat membantu memastikan keberlanjutan asupan makanan bergizi di luar sekolah," sebutnya.
NEXT: Kekhawatiran Distribusi
Simak Video "Kepala Badan Gizi soal Program Makan Gratis: 2 Januari Kita Laksanakan"
[Gambas:Video 20detik]