Pemerintah Kaji Tarif Royalti Minerba, Saham AADI-BUMI-INDY Ngegas!

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui sedang mengkaji rancangan amandemen royalti mineral dan batu bara (minerba).

Berkat itu, sejumlah emiten energi fosil yang mendapat kontrak IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) terpantau mencatat kenaikan harga saham.

Mereka adalah PT Adaro Andalan indonesia Tbk (AADI) yang terpantau pada perdagangan Senin hari ini (10/3/2025) sampai pukul 11.00 WIB menguat 3,47%ke posisi Rp6700 per lembar, lau ada PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terbang 7,45% ke posisi Rp101 per lembar dan PT Indika Energy Tbk (INDY) Rp1.405 per lembar.

Terkait kebijakan royalti tersebut, Kementerian ESDM pada Sabtu (8/3/2025) sudah menggelar konsultasi publik terkait rancangan amandemen kebijakan tarif royalti minerba.

Dalam rancangan itu, pemerintah akan menaikkan tarif royalti bagi sejumlah komoditas mineral, seperti nikel, tembaga, sampai emas.

Sementara untuk batu bara, pemerintah ada rencana untuk penyesuaian tarif royalti dan penerimaan bukan pajak (PNBP) sebagia berikut :

- Kontrak IUP: Tarif naik 1% untuk batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200-5.200 ketika Harga Batubara Acuan (HBA) ≥US$90/ton.

- Kontrak PKP2B: Tarif naik 1% untuk batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200-5.200 ketika HBA ≥US$90/ton. Sementara itu, Penerimaan Hasil Tambang (PHT) untuk kalori dan HBA yang sama turun 1%.

- Kontrak IUPK (perpanjangan dari PKP2B): Rentang tarif diubah. Pemerintah juga berencana menyesuaikan tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan dengan kontrak IUPK dari 22% menjadi sesuai dengan peraturan di bidang pajak penghasilan.

Di sini kami lebih membahas efek pada perusahaan batu bara berkalori rendah, sekaligus pemegang IUPK seperti BUMI, AADI, dan INDY yang potensi mendapatkan keuntungan dari perubahan kebijakan tarif royalti ini.

Pasalnya, sejauh ini mereka sudah menghadapi penurunan harga acuan batu bara dan saat ini sudah mendekati ke bawah US$ 100 per ton. Dengan harga acuan komoditas yang semakin turun, margin sudah semakin tergerus, maka harapan untuk menuai keuntungan lebih banyak adalah pengurangan dari tarif royalti.

Melihat dari tiga emiten itu, AADI yang kami nilai punya potensi peningkatan pendapatan cukup signifikan karena saat ini bisa dibilang punya cash cost yang rendah.

Dengan penurunan HBA selama ini, AADI juga sudah mencatat penurunan biaya royalti ke pemerintah sepanjang 2024.

Menurut press release perusahaan, beban pokok penjualan turun 8% y-o-y menjadi $3.854 juta, terutama karena penurunan biaya royalti kepada pemerintah yang dibayarkan PT Adaro Indonesia (AI) dibandingkan pada tahun sebelumnya karena penurunan pada ASP.

AADI mencatat kenaikan 7% pada pengupasan lapisan penutup menjadi 286,01 juta bcm, dan nisbah kupas 4,35x, selaras dengan peningkatan biaya penambangan sebesar 3%. Total konsumsi bahan bakar dan biaya bahan bakar masing-masing naik 11% dan 6% pada FY24 karena kenaikan volume produksi. Biaya kas batu bara per ton (tidak termasuk royalti) pada FY24 turun 8% dari FY23.

Selain itu, ada sentimen postiif untuk AADI yang datang dari rumor di pasar soal potensi masuk jadi anggota MSCI.

Posisi kas yang cukup besar juga masih mendukung untuk pembagian dividen lagi. Manajemen masih menjanjikan 45% laba dialokasikan sebagai dividen untuk tahun buku 2025.

Menurut data prospektus, sampai paruh pertama 2024 AADI masih memiliki kas Rp1,08 triliun dan sisa dana IPO per Januari masih ada Rp2,52 triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |