Jakarta -
Obat setelan semakin marak beredar di sejumlah wilayah. Obat berisi beberapa tablet atau kapsul yang dikemas tanpa keterangan identitas, tanggal kedaluwarsa, nomor bets, maupun dosis aturan pakai tersebut, tidak terjamin keamanannya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Taruna Ikrar bahkan mengungkap peredaran obat setelan seperti fenomena gunung es.
"Fenomena obat setelan seringkali hanya merupakan puncak dari masalah yang lebih besar (tip of the iceberg), sementara yang terdeteksi di lapangan hanyalah sebagian kecil dari peredaran yang sebenarnya, khususnya terkait dengan peredaran daring yang sifatnya sangat dinamis," tutur Taruna kepada detikcom Jumat (25/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sejalan dengan temuan dari pencarian keyword obat setelan di salah satu marketplace. Ada lebih dari 100 tautan yang berkaitan dengan obat setelan.
Dalam pemantauan detikcom Sabtu (25/1), obat tersebut sangat mudah didapatkan tanpa kebutuhan melampirkan resep. Ada yang dikemas dengan klaim nama merek, adapula obat setelan tanpa merek alias hanya dikemas dengan plastik. Harganya berkisar di atas Rp 10 ribu.
"Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah untuk memperoleh data yang akurat terkait besaran peredaran obat setelan di sarana daring maupun luring," sebut Taruna.
Mengacu data kerawanan kejahatan obat dan makanan yang dihimpun dari seluruh unit pelaksana teknis (UPT) BPOM melalui aplikasi Dashboard Penindakan, teridentifikasi 99 kasus peredaran obat setelan periode 2020 hingga 2024.
Angkanya jauh lebih tinggi pada peredaran marketplace. Selama 2023 ditemukan 134 tautan, sementara 2024 meningkat pesat melampaui 17 kali lipat, hingga 2.345 tautan.
Obat setelan yang marak beredar didominasi obat sakit gigi. Paling banyak teridentifikasi di wilayah berikut:
- Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pangkalpinang)
- Provinsi Kalimantan Selatan (Banjarmasin),
- Provinsi Kalimantan Barat (Pontianak).
Upaya BPOM RI menekan peredaran kasus obat setelan salah satunya dengan aktif melakukan patroli siber di media sosial, juga memberikan imbauan kepada masyarakat.
"Penjualan tersebut dilakukan oleh akun yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena bukan akun resmi apotek di Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). Keseluruhan tautan yang ditemukan telah disampaikan kepada platform e-commerce untuk dilakukan penurunan konten (takedown)," tuturnya.
Sejumlah masyarakat memilih obat setelan dengan anggapan efek yang didapatkan lebih manjur ketimbang obat yang resmi didapat dari apotek dengan resep dokter. Faktanya, efek 'cespleng' menunjukkan dosis tinggi yang bisa berdampak jangka panjang pada tubuh pasien.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Zullies Ikawati mencontohkan salah satu kasus penggunaan obat setelan yang berujung dirawat di rumah sakit karena mengalami kebocoran lambung. Sebab, umumnya obat setelan berisi steroid dengan dosis tinggi.
"Umumnya obat-obat setelan dikemas dan dijual untuk penyakit nyeri radang, encok, rematik, sakit gigi, pegel linu dan semacam itu dan biasanya mengandung obat antiradang, steroid, maupun nonsteroid seperti dexametasan, metilprednisolon," kata Prof Zullies beberapa waktu lalu.
"Gimana nggak 'cespleng' efeknya? Karena mereka memberikan obatnya dobel, apalagi ditambah dengan obat analgesik dan antinyeri yang lain seperti mgkn piroksikam, ibuprofen, diklofenak, dan antalgin sehingga orang-orang yang menggunakan obat setelan merasakan 'cespleng' banget ini obatnya, sehingga tertarik menggunakan lagi ketika mengalami gangguan yang sama," tandas dia.
(naf/naf)