Jakarta -
Baru-baru ini, pemberitaan tentang wabah cacar air kembali mencuat setelah ada beberapa sekolah yang terpaksa 'ditutup' dan melakukan pembelajaran secara online karena penyakit ini. Lalu, apa sih cacar air dan seberapa berbahaya penyakit ini hingga bisa membuat sekolah lockdown? Yuk, simak penjelasannya.
Apa itu Cacar Air?
Cacar air adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster (VZV). Spesialis anak konsultan infeksi dan penyakit tropis yang juga Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Dr dr Hindra Irawan Satari, SpA, M Trop Paed menyebut infeksi cacar air ini sangat mudah menular dan bisa menginfeksi orang lain dengan cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Hindra menjelaskan gejala umum yang timbul ketika seseorang terinfeksi oleh cacar air adalah demam, ruam merah di kulit, lentingan di kulit, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta tubuh yang terasa lemas. Ia juga mengatakan bahwa gejala cacar air bisa berakibat fatal.
"Bisa juga terjadi gejala berat. Kalau yang berat biasanya bisa ke otak, paru-paru. Ke anak-anak yang kekebalan tubuhnya ditekan, seperti kemo bisa berakibat sakit berat ke paru-paru, seperti sesak. Kalau saraf biasanya bisa kejang. Anak-anak dan usia lanjut seperti itu biasanya beresiko tinggi," ujar Prof Hindra kepada detikHealth, Rabu (6/11/2024).
Bagaimana Penularannya?
Penularan cacar air bisa melalui udara dari batuk dan bersin. Hal tersebut mengakibatkan penularan cacar air seperti di sekolah, daycare, atau ruangan yang sirkulasi udaranya kurang baik sangat mudah terjadi.
Selain itu, virus ini juga bisa menular lewat percikan ludah, lendir pilek, dan cairan dari lentingan. Lebih lanjut, Prof Hindra menjelaskan ada beberapa jenis cacar, seperti cacar monyet dan cacar ular (cacar air yang berulang).
Ia menyebut asal muasal cacar air adalah infeksi cacar yang memiliki gejala yang mirip dengan cacar air. Guru Besar IKA FKUI ini menuturkan bahwa sebenarnya virus cacar air tidak bisa dihilangkan dari tubuh, tapi hanya 'tidur' sehingga tidak menyebabkan infeksi cacar air.
Selain karena tertular, infeksi cacar air ini dapat menyerang seseorang, terutama anak-anak karena adanya ketidakseimbangan atara host (imun tubuh), agent (virus), dan environment (lingkungan). Namun, jika imunitas tubuh sedang baik maka, cacar air tidak akan menginfeksi seseorang.
"Kita kan juga hidup di dunia yang penuh flora dan fauna, tapi kita tetap sehat. Karena kita punya daya tahan tubuh yang bagus, istirahat cukup, nutrisi cukup jadi virusnya tidak berkembang biak," ujarnya.
Bagaimana Mencegah Penularan Cacar Air?
Untuk mencegah penularan cacar air yang semakin meluas, Prof Hindra menjelaskan perlu dilakukan isolasi pada orang yang terinfeksi.
"Kalau ada yang kena, harus diisolasi. Diisolasi itu artinya tidak kontak. Kalau nanti lentingan sudah jadi keropeng, baru boleh keluar," jelasnya.
Cacar air pada umumnya tidak kambuh lagi. Namun, masih ada kemungkinan kambuh sebesar 30% yang nantinya akan menjadi cacar ular. Jangan khawatir, cacar ular ini juga bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi.
Selain vaksinasi, penularan cacar air juga bisa dicegah dengan tidak melakukan kontak langsung dengan penderita. Caranya adalah dengan menggunakan masker dan mencuci tangan secara rutin.
Vaksin Cacar Air, Apakah Aman?
Menurut Prof Hindra, vaksin cacar air sudah aman karena telah melewati berbagai tahap uji coba oleh para ahli. Efek yang ditimbulkan pun termasuk ringan.
"Efek pasca imunisasi biasanya bengkak, kemerahan, gatal. Untuk efek berat seperti sakit tulang itu proporsinya rendah. Efek yang ringan pun biasanya tidak perlu pengobatan dan bisa hilang sendiri. Jadi aman," ucapnya.
Prof Hindra kemudian menjelaskan cacar air biasanya menyerang anak-anak. Oleh karena itu, vaksinasi cacar air ini bisa dilakukan ketika anak berusia 1 tahun ketika imunitasnya sudah terbentuk. Tidak hanya anak-anak, vaksin ini juga bisa diberikan ke orang dewasa yang belum pernah terinfeksi cacar air.
Pemberian vaksin cacar air juga boleh dilakukan bersamaan dengan vaksin lain. Hal ini karena di Indonesia pemberian vaksin bersamaan diperbolehkan asalkan tidak lebih dari empat vaksin berbeda.
Prof Hindra menyarankan pemberian vaksin pada anak sebaiknya dilakukan ketika imunitas anak sedang baik. Jika imun tubuh sedang lemah dan anak menunjukkan sakit ringan seperti batuk, pilek, dan demam ringan sebaiknya pemberian vaksin ditunda terlebih dahulu sampai anak kembali sehat.
Umumnya, pemberian vaksin Varicella bisa dilakukan antara rentang usia 1-50 tahun. Pemberian vaksin cacar air ini bisa membuat imun tubuh kebal terhadap virus hingga 97%. Dengan kata lain, kemungkinan untuk terjangkit cacar air setelah mendapatkan vaksin sangatlah kecil.
"Vaksin ini dirancang oleh ahli supaya serupa dengan virus sebenarnya, agar respon yang terbentuk dapat melindungi seseorang dari cacar air. Biasanya dari 100 anak yang sudah divaksin hanya 3 yang terkena cacar air dengan gejala demam rendah, bintik sedikit, dan sembuh kurang dari seminggu," ujarnya.
Vaksin cacar air bisa didapatkan melalui program imunisasi dari pemerintah di pelayanan kesehatan pemerintah. Namun, imunisasi ini masih belum menjadi program nasional. Tapi jangan khawatir, vaksinasi masih bisa dilakukan di pelayanan kesehatan swasta dengan biaya pribadi.
Umumnya, vaksinasi ini tidak menimbulkan efek samping berat. Dokter spesialis anak ini menjelaskan jika terjadi efek samping berat biasanya hal tersebut tidak berasal dari vaksin, tapi dari penyebab lainnya. Oleh karena itu, jika terjadi efek samping berat dianjurkan untuk melakukan pengobatan untuk mencari tahu penyebab efek samping itu.
Lebih lanjut Prof Hindra mengingatkan terus mengupdate imun tubuh dan sering membaca berita, artikel, dan penelitian terkait cacar air agar dapat terhindar dari infeksi virus ini. Ia juga mengingatkan untuk tidak menggaruk atau menyentuh luka cacar agar bekasnya tidak susah hilang
(prf/ega)