Jakarta -
Mengikuti ajang lari maraton sering kali menjadi pencapaian besar bagi banyak orang. Sayangnya, tidak sedikit peserta mengalami cedera ringan saat melintasi rute mulai dari nyeri otot, cedera lutut, hingga masalah pada pergelangan kaki. Lantas, apa penyebab cedera pasca-maraton sering terjadi?
Dokter Spesialis Ortopedi (Tulang dan Traumatologi) Mayapada Hospital Surabaya, dr. Reyner Valiant Tumbelaka, M.Ked.Klin., Sp.OT memaparkan cedera bisa terjadi akibat kelelahan ekstrem.
"Setelah maraton, tubuh akan mengalami kelelahan ekstrem karena energi yang dikeluarkan sangat besar. Risiko cedera pun meningkat, terutama jika teknik lari yang digunakan kurang tepat, mengenakan pakaian atau sepatu yang tidak sesuai, atau memiliki riwayat cedera sebelumnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/5/2025).
Adapun cedera yang sering dialami pelari, antara lain Ankle Sprain atau terkilir (keseleo), Runner's Knee atau Patellofemoral Pain Syndrome (PFPS), Iliotibial Band Syndrome (ITBS), Plantar Fasciitis, dan Meniscus Injury.
Ankle Sprain atau terkilir (keseleo) menjadi jenis cedera yang sering ditemukan pada pelari pasca maraton dan sering diremehkan. Akibatnya, cedera ini dapat terjadi terus-menerus. Beberapa pelari juga mengeluhkan nyeri di bagian depan lutut yang dikenal dengan istilah Runner's Knee atau Patellofemoral Pain Syndrome (PFPS).
Cedera ini sering disamakan dengan Jumper's Knee atau Patellar Tendinopathy, yang terjadi di bawah tempurung lutut akibat peradangan pada tendon (jaringan) yang menghubungkannya dengan tulang kering.
Tidak hanya itu, runners juga mengalami nyeri di sisi samping luar lutut, disebut Iliotibial Band Syndrome (ITBS). Jenis cedera ini terjadi akibat peradangan pada Iliotibial band, jaringan yang membentang dari area pinggul hingga ke bagian luar lutut. Rasa nyeri biasanya muncul saat berlari di lintasan menurun atau setelah menempuh jarak yang cukup jauh.
Kemudian, ada juga cedera Plantar Fasciitis, yaitu peradangan pada bagian plantar fascia, jaringan tebal yang berada di bawah telapak kaki dan menghubungkan tumit dengan jari-jari kaki. Salah satu gejala khas saat mengalami peradangan di area ini adalah munculnya rasa nyeri yang tajam di bagian bawah tumit, terutama ketika melangkah pertama kali di pagi hari setelah bangun tidur.
Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Cedera Olahraga Mayapada Hospital Surabaya, Prof. DR.dr. Dwikora Novembri Utomo, Sp.OT(K) menjelaskan jenis cedera lainnya, yaitu Meniscus Injury, cedera bantalan lutut yang biasanya tidak bergejala.
"Meniscus merupakan jaringan bantalan di rongga sendi lutut yang berperan meredam hentakan saat berlari. Jika otot tungkai melemah, beban yang diterima lutut menjadi tidak seimbang, sehingga meningkatkan risiko kerusakan pada meniscus akibat tekanan berlebih," jelasnya.
Penanganan Cedera Usai Maraton
Jika runners mengalami salah satu dari cedera di atas, tidak perlu khawatir karena cedera justru dapat menjadi pelajaran berharga untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik pada kompetisi berikutnya. Jika kondisi cedera sudah terjadi, penanganan awal dapat dilakukan dengan metode RICE, yaitu Rest (istirahat), Ice (kompres es), Compress (balut tekan), dan Elevate (tinggikan bagian yang cedera). Metode ini efektif dilakukan dalam waktu 24 hingga 36 jam pertama setelah cedera terjadi.
Jika cedera semakin parah dan muncul gejala seperti, bengkak yang membesar, nyeri semakin terasa, muncul benjolan atau bentuk sendi terlihat berbeda, terdengar bunyi saat digerakkan, badan terasa lemah sampai susah bergerak, kehilangan keseimbangan, sulit bernapas, bahkan demam, segera konsultasi ke dokter untuk ditangani, baik secara nonoperatif maupun operatif.
Dokter Spesialis Ortopedi (Tulang dan Traumatologi) Konsultan Cedera Olahraga Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Sapto Adji Harjosworo, Sp.OT (K) mengungkapkan penanganan cedera non-operatif biasanya meliputi pemberian obat pereda nyeri, pembatasan gerak dengan bidai atau gips, serta rehabilitasi seperti terapi pijat, stimulasi, dan latihan gerak bertahap. Sedangkan, penanganan operatif dilakukan dengan artroskopi dengan metode minimal invasif.
"Teknik ini memungkinkan dokter mendiagnosis sekaligus menangani masalah dalam sendi melalui sayatan kecil, sehingga rasa nyeri lebih ringan, risiko infeksi lebih rendah, dan proses pemulihan pun lebih cepat," jelas dr. Sapto.
Untuk pemulihan cedera pasca maraton, Mayapada Hospital Surabaya, sebagai partner utama Surabaya Medic Air Run 2025, memberikan berbagai layanan pendukung, seperti pemeriksaan EKG, hingga Medical Check Up (MCU) Runner dan VO2 Max.
Runners juga dapat berkonsultasi dengan dokter ahli lewat layanan Sport Injury Treatment & Performance Center (SITPEC) Mayapada Hospital, yang komprehensif untuk meningkatkan performa fisik setelah maraton. Layanan ini dilengkapi fasilitas modern seperti gym, VO2 max, dan Body Composition Analysis.
Konsultasi dengan dokter di SITPEC Mayapada Hospital juga dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun melalui aplikasi MyCare, yang dapat membantu menentukan jadwal pemeriksaan, hingga mengakses layanan kegawatdaruratan.
Aplikasi ini juga memiliki fitur Health Articles & Tips yang memuat tips dan informasi seputar olahraga lari, serta fitur Personal Health, yang terhubung dengan Health Access dan Google Fit, untuk memantau jumlah langkah harian, kalori yang terbakar, detak jantung, hingga Body Mass Index (BMI).
Adapun aplikasi MyCare dapat diunduh melalui Google Play Store atau App Store. Dapatkan juga poin reward berupa potongan harga bagi pengguna baru untuk berbagai jenis pemeriksaan di seluruh unit Mayapada Hospital.
(prf/ega)