Fakta-fakta Protes Guru Besar FKUI, Soroti Independensi Kolegium dan Pendidikan Dokter

6 hours ago 2

Jakarta -

Perwakilan Dewan Guru Besar (DGB) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) membacakan tuntutannya terkait pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan Tanah Air. Menurut mereka, ada beberapa kesalahan yang mesti segera mendapatkan perhatian.

Pernyataan yang dibacakan secara bergantian tersebut diklaim mendapat dukungan dari 158 profesor FKUI. Pantauan detikcom, sebanyak 70 guru besar hadir dalam konferensi pers di Kampus FKUI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

Di antara para Guru Besar yang hadir adalah Ketua Dewan Guru Besar (DGB) FKUI Prof Dr dr Siti Setiati, Ketua Senat Akademik UI Prof Dr dr Budi Wiweko, Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Prof Harkristuti Harkrisnowo, dan Prof Dr dr Theddeus Octavianus Hari Prasetyono.

Meskipun dalam konferensi pers ini kurang dari separuh profesor yang hadir membacakan tuntutan, Prof Ari mengklaim sisanya tetap dalam satu suara.

"Masih dalam satu suara. Kan kita tahu para Guru Besar ini ada yang pelayanan kesehatan, harus ngajar, ada yang di luar negeri, ada yang di luar kota. Jadi tidak mudah," kata Prof Ari kepada wartawan, di Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

Berawal dari RUU Kesehatan

Menurut Prof Ari, aksi 'Salemba Berseru' merupakan puncak dari kekecewaan para akademisi terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dalam mengurus pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan Tanah Air.

"Ini dimulai dari adanya Rencana Undang-undang Kesehatan yang akhirnya lahir, di Undang-Undang No 17 Tahun 2023," kata Prof Ari.

"Tapi, di dalam perjalanannya yang tidak sesuai dengan Undang-Undang dan juga PP (Peraturan Pemerintah), dan hal-hal yang akhirnya kita boleh sampaikan terganggunya proses pendidikan kedokteran dan akhirnya pelayanan kesehatan," sambungnya.

Framing Negatif soal Bullying dan PPDS Mahal

Dalam konferensi pers, para perwakilan Guru Besar mengeluhkan framing negatif yang membuat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter maupun tenaga kesehatan di Tanah Air.

Framing yang dimaksud antara lain terkait maraknya kasus bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan pelecehan seksual yang terjadi lingkup pelayanan.

"Framing yang selalu dibuat terkait bullying, misalnya berita tiga tahun lalu, diangkat lagi, belum lagi sebutan PPDS yang terkesan hanya bisa untuk orang kaya saja, padahal kita semua di sini yang duduk di depan, dengan latar belakang pekerjaan orang tua macam-macam, tidak ada yang dari profesor, anak dokter," jelas Prof Ari.

"Ini kan seolah-olah membuat PPDS begitu menakutkan, sementara para Guru Besar yang selama ini berjuang jungkir balik untuk pendidikan kedokteran seolah sia-sia," lanjutnya.

NEXT: Respons Kemenkes Terkait 'Salemba Berseru'

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menanggapi pernyataan bernada protes yang disampaikan oleh perwakilan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman mengatakan pihaknya memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh Dewan Guru Besar FKUI dan memandangnya sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Dia menyebut pihaknya telah banyak melibatkan dokter-dokter lulusan FKUI, termasuk beberapa ketua kolegium yang juga merupakan alumni FKUI, dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan program kesehatan oleh Kemenkes.

"Kemenkes menyadari bahwa reformasi sistem kesehatan yang tengah berlangsung sejak diterbitkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dapat menimbulkan perdebatan maupun kesalahpahaman. Karena itu, Kemenkes terus membuka ruang dialog dan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak demi mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik," beber Aji dalam keterangannya kepada detikcom, Jumat (16/5/2025).

Kolegium Diklaim Lebih Independen

Aji menegaskan bahwa posisi kolegium saat ini lebih independen dari sebelumnya. Pada payung hukum sebelumnya, yakni UU 17/2023 tentang Kesehatan, kolegium berada di bawah organisasi profesi.

Kini, kolegium menjadi alat kelengkapan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

"Dengan demikian, kolegium tidak berada di bawah Kemenkes," beber Aji.

Lebih lanjut, proses pemilihan anggota kolegium yang ditetapkan pada Oktober 2024 disebutnya telah dilakukan secara transparan melalui pemilihan langsung oleh tenaga medis/tenaga kesehatan.

"Kemenkes tidak pernah bermaksud menimbulkan kesan negatif terhadap profesi dokter maupun tenaga kesehatan lainnya," jelas dia.

Simak Video "Video: Guru Besar FKUI Tanggapi Framing Negatif 'Bullying-PPDS Mahal'"
[Gambas:Video 20detik]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |