Jakarta -
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar memaparkan hasil intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan terhadap kegiatan produksi dan peredaran kosmetik impor ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya yang dilakukan oleh BPOM selama periode Oktober--November tahun 2024.
Berdasarkan hasil intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan yang dilakukan melalui unit pelaksana teknis (UPT), BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan kejahatan produksi dan peredaran kosmetik ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya dengan nilai temuan lebih dari Rp8,91 miliar.
Berdasarkan jenis pelanggaran pada temuan ini, nilai keekonomian terbesar yang mencapai lebih dari Rp4,59 miliar adalah jenis pelanggaran memproduksi/mengedarkan kosmetik mengandung bahan berbahaya. Pelanggaran selanjutnya adalah mengedarkan kosmetik ilegal dengan nilai keekonomian temuan mencapai lebih dari Rp4,32 miliar.
Sebagian besar kosmetik impor ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya tersebut didistribusikan dan dipromosikan secara online, terutama melalui e-commerce. Beberapa merek dari 69 merek yang ditemukan antara lain Lameila, Aichun Beauty, Wnp'l, Mila Color, 2099, Xixi, Jiopoian, SVMY, Tanako, dan Anylady.
"Mayoritas temuan produk kosmetik ilegal merupakan produk impor yang berasal dari Tiongkok, namun ada juga beberapa produk yang berasal dari Korea, Malaysia, Thailand, Filipina, dan India. Untuk kandungan bahan berbahaya, hasil pengujian dari sebagian besar temuan produk kosmetik ilegal diketahui mengandung bahan dilarang, yaitu merkuri dan pewarna rhodamin B (merah K10)," kata Kepala BPOM, dikutip dari laman resmi, Sabtu (4/1/2025).
Kandungan kosmetik menggunakan merkuri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna kulit berupa bintik-bintik hitam (ochronosis), alergi, iritasi kulit, sakit kepala, diare, muntah-muntah, dan kerusakan ginjal. Sementara pewarna Merah K3 dan Merah K10 yang sering disalahgunakan pada kosmetik memiliki sifat karsinogenik dan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Selain kosmetik ilegal dalam bentuk produk jadi, dari hasil operasi penindakan di Bandung, BPOM juga telah berhasil menyita sejumlah barang bukti. Barang bukti berupa bahan baku obat dan produk ruahan (basis krim) yang dicampur dengan bahan obat yang digunakan dalam produksi skincare beretiket biru di usaha rumahan atau sarana ilegal.
Kegiatan produksi ini dilakukan oleh produsen yang tidak memiliki kewenangan dalam pembuatan kosmetik atau obat. Hasil pengawasan dan operasi penindakan tersebut ditemukan produk dan bahan baku, di antaranya mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang dalam kosmetik seperti hidrokuinon, tretinoin, antibiotik, antifungi, dan steroid.
Produk ilegal yang mengandung bahan obat ini diketahui didistribusikan ke "klinik kecantikan" di Pulau Jawa (Bandung, Cimahi, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Mojokerto, dan Jember). Jumlah barang bukti yang ditemukan sebanyak 208 item ini ditaksir nilai keekonomiannya mencapai Rp4,59 miliar.
Terhadap temuan intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan ini, BPOM telah memberikan sanksi administratif terhadap 2 kasus yang terjadi di Banten dan Jawa Timur, yaitu berupa perintah penarikan dan pemusnahan produk.
Sementara untuk 2 temuan lainnya di wilayah provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah ditindaklanjuti secara pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM.
Sesuai dengan Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, pelaku yang memproduksi dan mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
Dari hasil pengawasan BPOM hingga saat ini, 40 persen daerah rawan kejahatan obat dan makanan berkaitan dengan kosmetik. Tidak hanya itu, hampir 43 persen pengaduan produk ilegal dari masyarakat yang diterima BPOM pada tahun 2024 juga berkaitan dengan produk kosmetik.
NEXT: Daftar 69 kosmetik mengandung kandungan berbahaya